Silahkan Cari di sini

Tanggal Hari ini

Senin, 24 Januari 2011

UPAYA MENGENALKAN IBADAH SHALAT BAGI ANAK

 Memberikan pendidikan Islam merupakan suatu kewajiban bagi setiap keluarga muslim kepada anak-anaknya. Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan di dalam keluarga, orang tua adalah pendidik sejati karena mereka adalah orang yang pertama bertanggung jawab atas kemajuan dan perkembangan anak-anaknya
.
            Pendidikan agama termasuk suatu hal yang sangat penting yang harus diberikan kepada anak, karena hal ini akan mempengaruhi perkembangan anak dalam kehidupannya. Begitu juga orang tua harus sejak dini memberikan contoh terhadap anaknya dalam hal beribadah, sebagai contoh suatu bentuk ibadah yang penting untuk dikenalkan sejak dini adalah Shalat, karena seorang anak tidak akan mampu melaksanakan shalat tanpa adanya pembiasaan sejak usia dini, karena tidak mungkin ketika ia sudah masuk usia baligh langsung mampu melaksanakan shalat fardhu lima kali sehari semalam tanpa adanya contoh dan latihan yang sudah ia persiapkan sebeleumnya. Maka disinilah perlunya peran orang tua untuk memberikan bimbingan dan contoh sejak dini terhadap anak-anaknya.

            Pendidikan Islam tingkat pemula lebih baik dilakukan di masjid sebagai lembaga pengembangan pendidikan keluarga[2], dengan membiasakan anak ke masjid maka anak akan tebiasa dengan shalat berjamaah. Orang tua mengajak anaknya sholat di Masjid adalah suatu pengalaman yang sangat menarik bagi anak. Bagaimanapun juga anak adalah makhluk social dan anak ingin bersosialisasi.
            Masjid merupakan sebuah istana yang dibangun di dalamnya generasi demi generasi. Secara harfiah, masjid adalah tempat untuk bersujud. Namun dalam arti terminology, masjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti luas[1]
Sebagai makhluk social, segala sesuatu yang dilakukan anak bertujuan untuk menemukan tempat bagi dirinya dalam kelompoknya. Bila sudah mendapatkan kelompoknya dan anak tersebut diterima, maka anak akan melupakan sejenak orang tuanya. Bermain adalah salah satu kegiatan yang tidak terlepas dari diri anak. Dalam suatu masyarakat, khususnya di dalam masjid tidak semua orang mengetahui psikologi anak. Apalagi orang awam, terkadang mereka marah apabila anak-anak membuat keributan di dalam masjid dan mereka langsung menghalau anak-anak tersebut untuk pulang dan tidak usah pergi kemasjid lagi. Hal ini merupakan sikap yang kurang arif dan kurang patut untuk dipertahankan dalam masyarakat kita.
            Bila dilihat seperti uraian di atas, seolah-olah masjid hanya kepunyaan orang dewasa dan yang berhak sholat di masjid adalah orang-orang yang sudah dewasa. Dalam posisi ini anak seolah-olah adalah objek, dan tidak diakui kehadirannya sebagai subjek yang mampu dan berhak untuk melaksanakan ibadah di masjid. Sepertinya Tuhan hanya milik orang dewasa.[3]  
            Dalam suatu riwayat dari Jabir bin Sumirah yang menceritakan masa kecilnya, “Suatu hari aku melaksanakan shalat dzuhur bersama Rasulullah SAW., kemudian beliau keluar dari masjid menuju ke rumahnya dan aku mengikutinya. Sesampainya di rumah, anak-anak kecil datang menemui beliau, maka beliau mengusap kedua pipi mereka satu persatu. Adapun terhadapku, beliau juga mengusap pipiku. Saat itu aku merasakan bahwa tangannya dingin dan harum baunya seolah-olah tangannya baru saja beliau keluarkan dari tempat minyak wangi.”[4]
            Membaca dari riwayat di atas, dapat disaksikan bahwa Jabir bin Samirah saat itu masih kecil. Begitu besemangatnya dia dalam mengikuti shalat berjamaah bersama Nabinya yang sangat dia cintai. Betapa cahaya kenabian Rasulullah SAW. yang telah menjadikannya anak yang soleh, yang selalu taat pada ajaran agama Allah SWT.[5]
            Apabila di zaman Rasulullah sendiri anak sudah diperbolehkan ke masjid mengapa terkadang ada orang-orang yang tidak menyukai kehadiran anak-anak di masjid. Padahal dengan adanya upaya orang tua untuk mengikat (mendekatkan) anak dengan masjid ini, maka semakin besarlah harapan masyarkat pada zaman ini untuk dapat melihat lahirnya sebuah generasi baru, generasi yang di dalamnya terdapat orang-orang yang telah mengabdikan dirinya sepenuh jiwa untuk berjalan di atas kebenaran. Generasi yang di awali dengan hadirnya anak-anak yang saleh yang terikat kuat dengan masjid.
            Anak yang tadinya ingin sholat di masjid , kemudian diusir karena tidak diperbolehkan sholat di masjid akan menjadikan pengalaman yang akan menumbuhkan sikap negatif pada diri anak dan akan membuat anak jauh dari masjid, agama dan akhirnya akan jauh dari Tuhannya yaitu Allah SWT. Pada gilirannya lama-kelamaan anak akan tumbuh menjadi orang yang tidak peduli dengan ajaran agama dan merasa tidak membutuhkan agama dalam kehidupannya.
            Tingkah laku anak yang suka membuat ramai dan ribut pada waktu berkumpul dengan teman sebayanya adalah suatu hal yang wajar. Anak  memang tidak bisa tenang seperti orang dewasa, pada waktu sholat berjamaah. Semua tingkah laku anak yang seperti itu hendaklah orang tua dapat memakluminya. Karena mereka belum mengerti makna sholat yang sebenarnya, jika jiwa anak yang masih kecil memang demikian situasinya, maka adilkah menuntut anak untuk bersikap sama seperti orang dewasa dalam memahami ajaran Islam ?. Padahal, tujuan membawa anak kemasjid atau anak-anak dengan sendirinya pergi kemasjid untuk mendekatkan atau mengikat mereka agar mencintai masjid dan selalu ingin shalat berjamaah di masjid.
            Berkata al-Kasymiri, “Masjid yang dahulunya telah melahirkan sebuah generasi yang cemerlang, yaitu anak-anak sahabat Nabi SAW. dan salaf salaeh kini dapat pula menciptakan genarsi baru yang serupa, seandainya para orang tua turut serta mebimbing anak-anak mereka untuk selalu mengikatkan diri dengan masjid atau mencintai masjid. Sehingga anak akan mulai menyukai masjid, bukan sebagai pelarian dari rumahnya. Tetapi berfungsi sebagai pembangkit semangat anak dalam menggali nilai-nilai ajaran kebenaran.”[6]
            Al-Abdi dalam bukunya al-Madkhal menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan lembaga pendidikan di dalam masjid, akan terlihat hidupnya sunnah-sunnah Islam, mengembangkan hukum-hukum Tuhan, serta menghilangkan stratifikasi rasa dan status ekonomi dalam pendidikan.[7]
             Oleh karena itu , masjid merupakan lembaga kedua setelah lembaga pendidikan keluarga dalam mendidik anak untuk mengenal ajaran agamanya. Karena sebagaiman diketahui pada zaman Rasulullah SAW., masjid bukan hanya sekedar tempat shalat berjamaah saja tetapi merupakan sentral kebudayaan masyarakat Islam, pusat organisasi kemasyarakat, pusat pendidikan dan pusat pemukiman (community center), serta sebagai tempat ibadah dan I’tikaf.[8]
            Di sinilah fungsi dari sebuah masjid sebenarnya, apabila setiap orang tua yang telah menyadari akan pentingnya masa depan anak tidak akan menyia-nyiakan kesempatan berharganya. Mereka akan terus berupaya untuk membina dan mengarahkan mereka pada tempat yang Allah sucikan itu. Dan bukan suatu hal yang mustahil apabila nanti akan dapat disaksikan anak-anak datang berlarian memasuki masjid, menemui tokoh yang selalu memberikan siraman ruhani yang lembut dan sangat menyejukkan kalbnu mereka. Memberinya contoh teladan yang baik, kasih sayang dan kerendahan hati. Semua ini akan menjadikan akan akan semakin terikat  dengan kuat dan mencintai masjid. Anak-anak akan semakin menyukai segala apa yang ada di dalamnya. Shalat berjamaah, mengikuti pengajian-pengajian dan pelajaran lainnya.
            Dengan demikian masjid memang merupakan tempat yang harus diperkenalkan kepada anak-anak sejak dini karena masjid adalah tempat :
1.      Mendidik anak untuk tetap beribadah kepada Allah SWT.
2.      Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas social, serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai insan pribadi, social dan warga negara.
3.      Memberikan rasa ketentraman, kekuatan dan kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran, keberanian, kesadaran, perenungan, optimisme dan mengadakan penelitian.  

E. Kesimpulan
Dari penjelasan hadits diatas dapatlah diambil kesimpulan, bahwa Boleh membawa atau mengajak anak kecil ke dalam masjid untuk tujuan mendidik agar kelak ia terbiasa ke Masjid untuk melaksanakan shalat, karena  pada zaman Rasululah SAW sudah dicontohkan, dimana beliau membawa dan menggendong cucunya ketika shalat.
 Maka bagi orang tua sudah selayaknya untuk mengenalkan dan berupaya untuk mengikat (mendekatkan) anak dengan masjid, sehingga diharapkan dengan adanya upaya tersebut, maka lahirnya sebuah generasi baru, generasi yang di dalamnya terdapat orang-orang yang telah mengabdikan dirinya sepenuh jiwa untuk berjalan di atas kebenaran. Generasi yang di awali dengan hadirnya anak-anak yang saleh yang terikat kuat dengan masjid.
            Karena pendidikan Islam tingkat pemula lebih baik dilakukan di masjid sebagai lembaga pengembangan pendidikan keluarga, dengan membiasakan anak ke masjid maka anak akan tebiasa dengan shalat berjamaah, wallahu a’lam.


[1]Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda karya, 1993), h.295
[2]Sidi Gazalba, Pendidikan Umat Islam, Masalah Terbesar Kurun Kini Menentukan Nasib Umat, (Jakarta: Bhratara, 1970),  h.26 
[3]Yusron Aminullah, dkk, Tuhan Bukan Hanya Milik Orang Dewasa, (Surabaya: Pustaka Adiba, 1999), h. 104
[4]Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, terj. Kuswandi dkk, (Bandung: al-Bayan, 1997), h. 160
[5]Ibid
[6]Muhammad Nur Hafiz, Op. Cit., h. 162
[7]Al-Abdi dalam Muhaimin dan Abdul Majid, Op. Cit., H. 296
[8]Tim Depag RI,  Islam Untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, (Jakarta: P3AI-PTU, 1985),
h. 109 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar